Monday, August 25, 2008

LARANGAN MENGUMPAT

Hukum haram mengumpat bukan hanya terbatas kepada orang yang mengumpat sahaja. Orang yang mendengar atau menyetujui apa yang diumpatkan juga adalah haram hukumnya. Orang yang mendengar seseorang yang mengumpat, wajiblah bagi yang mendengar itu mencegah perkara tersebut jika dia tidak merasa takut terancam olehnya. Jika dia tidak mampu untuk mencegahnya, maka wajib dia mengingkarinya dengan hatinya dan menjauhi atau meninggalkan tempat itu jika dia boleh berbuat begitu. Jika dia mampu menegur dengan kata nasihat atau dapat mengalihkan percakapan tersebut kepada hal-hal yang lain, maka wajiblah dia melakukan perkara itu. Jika dia tidak melakukannya, dia juga turut berdosa.
Apabila seseorang berada di dalam suatu majlis yang sedang berlaku di dalamnya ghibah (umpat) dan dia tidak mampu mencegahnya atau dia sudah cuba mencegahnya, tetapi tidak dihiraukan oleh orang-orang yang berada di majlis itu dan tidak ada jalan baginya untuk meninggalkan majlis tersebut, maka untuknya beberapa jalan keluar. Hendaklah dia berzikir kepada Allah Ta‘ala dengan lidah dan hatinya atau dengan hatinya sahaja atau hendaklah dia berfikir pada perkara lain bagi memalingkan dirinya dari mendengar
ghibah yang ada di majlis itu. Dengan demikian tidaklah ada apa-apa (dosa) setelah itu jika dia terdengar percakapan ghibah itu. Jika ada peluang baginya untuk meninggalkan majlis tersebut sesudah itu, maka wajib dia meninggalkan tempat itu selagi mereka tetap melakukan ghibah (umpat). Firman Allah Ta‘ala dalam surah Al- An‘am ayat 68 yang tafsirnya :
"Dan apabila engkau melihat orang-orang yang memperkatakan dengan cara mencaci atau mengejek-ejek ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka memperkatakan soal yang lain dan jika engkau dilupakan oleh syaitan (lalu engkau duduk bersama mereka), maka janganlah engkau duduk lagi bersama-sama kaum yang zalim isesudah engkau teringat (akan larangan itu)."
Yang terlebih baik bagi seorang Islam itu apabila dia mendengar seseorang mengumpat orang Islam yang lain lebih-lebih lagi orang yang diumpat itu orang yang mempunyai nama baik dan tergolong di kalangan orang baik-baik, maka seharusnya dia melarang perkara tersebut demi mempertahankan kehormatan orang itu. Apabila di akhirat nanti, Allah Ta‘ala pula akan mempertahankan dirinya daripada api neraka sebagaimana yang diriwayatkan daripada Abu Darda’ Radhiallahu ‘anhu daripada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang maksudnya:
"Barangsiapa menolak (melarang) dari (diumpat) kehormatan peribadi saudaranya, nescaya Allah akan menolak (memalingkan) api neraka daripada dirinya kelak di Hari Kiamat."
(Hadits riwayat Tirmidzi)
Manakala daripada Jabir bin Abdullah dan Abu Thalhah bin Sahl Al-Anshari Radhiallahu ‘anhum, keduanya berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang maksudnya :
"Tidak ada seorang yang menghina seorang muslim di suatu tempat di mana dijatuhkan kehormatannya dan dikurangkan harga dirinya, melainkan pasti Allah akan menghinakannya di tempat di mana dia ingin mendapat pertolongan-Nya. Dan tidak ada seorang yang menolong seorang muslim di suatu tempat di mana dijatuhkan kehormatannya dan dikurangkan harga dirinya, melainkan pasti Allah akan menolongnya di tempat di mana dia sangat mengharapkan pertolongan-Nya.
(Hadits riwayat Abu Daud)
Apabila seseorang telah terlanjur melakukan ghibah (umpat) kepada saudaranya, maka dituntut dengan segera agar dia bertaubat dari dosa itu. Taubat kerana perlanggaran hak Allah (yang wajib dilaksanakan oleh hamba-Nya) adalah dengan tiga syarat iaitu:
1. Menarik diri dari melakukan maksiat ketika itu juga
2. Menyesal dari perbuatan dosa itu
3. Berazam tidak akan mengulangi lagi perbuatan itu
Oleh kerana maksiat ghibah ini menyangkut dengan hak orang lain maka selain tiga syarat di atas ditambah lagi dengan syarat yang keempat iaitu:
4. Mengembalikan sesuatu yang diambilnya secara tidak sah kepada pemiliknya atau meminta maaf dari kesalahannya itu dan memohon supaya dibebaskan dari tuntutan sesuatu itu.

Wednesday, August 20, 2008

Pengemis Buta

Pengemis Buta Dan Rasulullah SAW


Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta, yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekat Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya. Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang
dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abu bakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan? Aisyah RA menjawab,Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja. Apakah Itu?, tanya Abu bakar RA. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana, kata Aisyah RA. Keesokan harinya Abu bakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu bakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Abu bakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, Siapakah kamu? Abu bakar RA menjawab,Aku orang yang biasa (mendatangi engkau). Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku, bantah si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku, pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu bakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abu bakar RA, dan kemudian berkata, Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya,
ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu bakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim. Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW? Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq. Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya. Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu. ..

Sadaqah Jariah

Sadaqah Jariah salah satu dari nya mudah dilakukan, pahalanya? MasyaAllah.. ..macam meter taxi...jalan terus. Sadaqah Jariah - Kebajikan yang tak berakhir.
1. Berikan al-Quran pada seseorang, dan setiap dibaca, Anda mendapatkan hasanah.
2. Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, Anda dapat hasanah. 3. Bantu pendidikan seorang anak.
4. Ajarkan seseorang sebuah do'a. Pada setiap bacaan do'a itu, Anda dapat hasanah.
5. Bagi CD Quran atau Do'a.
6. Terlibat dalam pembangunan sebuah mesjid.
7. Tempatkan pendingin air di tempat umum.
8. Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau binatang berlindung dibawahnya, Anda dapat hasanah.
9. Bagikan email ini dengan orang lain.
10. Jika seseorang menjalankan salah satu dari hal diatas, Anda dapat hasanah sampai hari Qiamat. Aminnnnnn...

BERDOA DI MULTAZAM

Kalau kita mau SUKSES, maka kita harus segera “MENULIS” apapun yang menjadi keinginan kita didalam dokumen “DREAMBOOK” kita. Selanjutnya inilah yang akan kita komunikasikan kepada Allah SWT dengan penuh “POSITIVE FEELLING”.
Apalagi kalau kita berdo’a secara khusus di Multazam, dimana menurut banyak riwayat, do’a yang dilakukan disana insyaallah mustajabah (dikabulkan). Kata Pak Subchan lagi, kita harus memiliki daftar do’a yang kita panjatkan di Multazam kemudian kita pulang ke tanah air dan kita beri tanda do’a apa saja yang sudah terkabulkan.
Pertengahan tahun ini, beliau berkesempatan menunaikan ibadah umroh dan membuktikan apa yang dinasehatkan ustadz kepadanya terkait keutamaan do’a di multazam. Dan beberapa bulan setelah umroh, beliau sangat takjub, SUBHANALLAH, karena hampir 70 % do’a yang dipanjatkan di Multazam sudah terkabul. Sekali lagi, Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mengabulkan do’a hamba-Nya dan Allah tergantung dengan prasangka hamba-Nya.
Ada cerita yang sangat menarik terkai dengan Do’a di Multazam ini. Disebutkan ada seorang buruh yang berdo’a disana, kemudian ada perempuan Lebanon yang mempesona kecantikannya berjalan disampingnya. Kata K.H. Hasyim Muzadi, pengemisnya orang Lebanon saja memiliki kecantikan yang elok dipandang mata.
Sambil menuding wanita Lebanon, buruh tadi menggumankan do’a : “Ya Allah, jadikanlah dia istriku.....” Merasa dihina barangkali karena dituding-tuding, wanita tadi juga memanjatkan do’a : “Ya Allah, patahkan telunjuk orang yang menuding-nudingku itu...”
Setelah masing-masing pulang dari ibadah haji, mereka kembali aktif dengan kegiatannya. Seorang buruh kembali melaksanakan rutinitas kerjanya dan tiba-tiba tangannya tercium gergaji dan patahlah telunjuknya. Wanita Lebanon itu juga kembali ke keluarganya dan tiba-tiba secara tidak sadar suaminya mengeluarkan talak. Setelah sadar dengan yang diucapkan, suaminya minta maaf karena istrinya adalah wanita yang tiada bandingannya.
Menurut islam, kalau talak sudah terucapkan dan kalau mau rujuk lagi harus nikah dengan orang lain dulu. Akhirnya dicarilah orang yang mau nikah secara “sementara” dengan wanita tadi. Siapakah gerangan orangnya, Seorang Buruh yang berdo’a di multazam tadi.......
Jadi, segera tulis dalam DREAMBOOK kita, kapan kita akan ibadah haji/umroh akan kita laksanakan. Kita panjatkan do’a di Multazam untuk kesejahteraan seluruh rakyat indonesia. Amiin.

Tuesday, August 19, 2008

aziz the ultimate

MINDA MUFTI: Islam Itu Matlamat, Bukan Alat25-05-2008 12:15:05 PM
Berpegang kepada Islam bermaksud beriman atau yakin sepenuhnya dengan segala inti kandungan ajaran agama yang agung tersebut. Pegangan terhadap ajaran Islam ini hendaklah berteraskan keimanan kepada Allah S.W.T bahawa Dia telah memerintahkan kita untuk tunduk kepada-Nya menerusi kepatuhan kepada titah perintahNya dalam al-Quran dan al-Sunnah.
Kita tidak menonjolkan pegangan kita kepada Islam ini kerana hendak menjaga hati rakyat, atau keyakinan pengundi atau ‘apa orang kata’ atau untuk meraih dan mengaut untung sesuatu habuan atau perniagaan.
Kita tidak boleh berkempen kepada Islam supaya dapat mengukuhkan politik kita, atau melariskan jualan kita, atau meng’halal’kan kesalahan kita.
Berpegang dengan Islam sebagai agama yang diimani amatlah berbeza dengan berpegang dengan Islam sebagai alat mengauh atau meraih keuntungan tertentu. Pegangan Islam sebagai al-Din adalah jalan hidup para rasul dan pengikut mereka.
Firman Allah: Katakanlah (Wahai Muhammad): “Sesungguhnya Aku telah diberikan petunjuk hidayah oleh Tuhanku ke jalan yang lurus, (kepada) agama yang tetap teguh, iaitu agama Nabi Ibrahim yang tulus, dan dia bukanlah daripada orang-orang yang musyrik.
Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku dan ibadatku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan Yang mentadbirkan sekalian alam. Tiada sekutu bagiNya, dan yang demikian itulah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang awal bersegera menyerah diri kepada Allah..
Katakanlah: Patutkah Aku mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia lah Tuhan bagi tiap-tiap sesuatu? dan tiadalah (kejahatan) yang diusahakan oleh seseorang melainkan orang itulah sahaja yang menanggung dosanya; dan seseorang yang boleh memikul tidak akan memikul dosa perbuatan orang lain; kemudian kepada Tuhan kamulah tempat kamu kembali, lalu ia menerangkan kepada kamu akan apa Yang kamu berselisihan padanya.(Surah al-Am’am: 161-164).
Jelas dari ayat ini, Islam adalah matlamat, bukannya alat. Islam itu dipegang atas kesedaran dan keyakinan bahawa itulah tuntutan dan itulah yang akan dipertanggungjawabkan oleh Allah pada hari akhirat kelak.
Demikian sepatutnya kita dalam berpegang dengan ajaran Islam ini. Walaupun setiap kita ada kelamahan dan kesilapan dalam hidup ini.
Kita mungkin gagal untuk mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh, tetapi kita tidak boleh jadikannya alat meraih keuntungan.
Kita mungkin ada dosa, tetapi kita tidak boleh menghalalkan dosa kerana kita telah melakukannya.
Maka, ketika kita berpegang atau beramal dengan mana-mana perkara dalam ajaran Islam hendak pegangan dan amalan itu dibina di atas keimanan yang membawa keikhlasan hanya kerana Allah.
aziz the ultimate